PERHIMPUNAN INDONESIA
A. Awal Berdirinya
Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia
(PI) bermula dari sebuah perkumpulan sosial bernama IV (Indische Vereeniging)
yang terdiri dari mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negeri Belanda,
tempat para mahasiswa itu bergosip politik tanah-air. Berdiri pada tahun 1908, yang bertujuan memperhatikan kepentingan bersama
penduduk Hindia Beleanda di negeri Belanda.kelompok ini masih bisa
dikatakan moderat sampai lima tahun kemudian. Baru setelah para pemimpin
Indische Partij pada tahun 1913 dibuang ke Belanda (dr. Tjiptomangunkusumo,
Douwes Dekker, dan Suwardi Surjo-ningrat), IV berkenalan dengan konsep 'Hindia
bebas dari Belanda.' Secara perlahan IV pun mengarah ke politik, ditandai dengan
diterbitkannya jurnal Hindia Poetra pada tahun 1916, dan menjadi lebih tajam
dengan kedatangan para tokoh PKI seperti Darsono, Semaun, dan Abdul Muis pada
tahun 1920. Ketika pada tahun 1917 mereka bergabung dengan Chung Hwa Hui
(organisasi mahasiswa Indonesia-Cina), mereka memberi nama federasi ini dengan
Indonesische Verbond van Studeerenden (Persatuan Mahasiswa Indonesia). Kata
Indonesia memang sudah dipakai, tetapi belum mempunyai makna politik positif.
Anggotanya tidak banyak,
hanya sekitar 30-an (pada tahun 1926 saja anggotanya hanya 36 orang). Namun
pengalaman di Belanda ini, yang nota bene memberi wawasan baru dan pengalaman
hidup di tengah masyarakat yang lebih terbuka, berpengaruh besar terhadap diri
para anggotanya, yang kebanyakan masih berusia 20-an.
Anggotanya antara lain
Iwa Kusumasumantri (lahir 1899), Moh. Nasir Datuk Pamuntjak (1897), Hatta
(1902), Sutomo, Sartono (1900), Ali Sastroamidjojo, Budiarto, Iskaq, J.B.
Sitanala (1899), Darmawan Mangunkusumo (1901), Sastromuljono (1898), Gatot
Mangkupradja (1898), Subardjo (1897) dll. Mereka kebanyakan memang berasal dari
keluarga terpandang atau elit tradisional di Indonesia.
Pada tahun 1923 Iwa
Kusumasumantri menjadi ketuanya. Pada masanya inilah (1924) IV berganti nama
menjadi Indonesische Vereeniging atau PI, sedang jurnalnya berubah dari Hindia
Poetra menjadi Indonesia Merdeka. Kata Indonesia sudah secara sadar dipakai
untuk maksud politis. Kesadaran ini muncul justru oleh pengaruh keberanian
Belanda melawan Spanyol dalam sejarah. Setahun kemudian (Januari 1925) IV
(baru) ini resmi menjadi organisasi politik yang radikal dan sebulan kemudian
nama PI-lah yang dipakai.
B. Perekembangan Perhimpunan
Indonesia
Pada
tahun tahun setelah perang dunia pertama berkahir, generasi baru mahasiswa
indonesia datang ke negeri belanda dan jumlah mereka lebih banyak daripada
jumlah semua mahasiswa indonesia yang belajar di sana sampai saat ini.
Diantara
generasi baru mahasiswa tersebut
terdapat sutomo, hatta, sartono, ali sastroamidjojo, budiarto, iwa kusumasumantri,
iskaq dan lain lain. Kemudian menjadi tokoh politik nasionalisme indonesia pada
tahun 1920an. Generasi baru ini yang datang kenegri belanda ini yang datang ini
memeliki kesadaran ilmu politik yang jauh lebih tinggi daripada generasi
mahasiswa yang sebelumnya. Banyak dari mereka yang telah aktif dalam organisai
pemuda ketika masih berada di indonesia.
Para
pendatang baru ini dengan cepat mendominasi IV dan menyalurkan anggotanya
kedalam kegiataan aktif sehubungan dengan masalah masa depan politik indonesia.
Pada akhir tahun 1922 pengurus baru terpilih mulai mereorganisasi perkumpulan
itu dengan mengubah sifat dari cita cita dan kegiatanya.
Dalam
pidato yang di ucapkan pada rapat umum yang di selenggarakan pada bulan januari
penguru PI terdiri atas Iwa kusumasumanti (ketua), J.B. sitanala (sekertaris),
hatta (bendahara), dermawan mangunkusumo (pemegang arsip) dan sastromuljono
1.1 Karakteristik
perhimpunan indonesia
Perhimpunan indonesia adalah organisasi
nasionalis yang bertendensi politik. Walaupun tujuannya adalah “ menyiapkan
kemerdekaan indonesia” dan sarana untuk tujuan “ memajukan kesatuan berpikir
indonesia” tapi nyatanya, karena di bentuk di belanda, kerjanya jadi kurang
matang. Tentu saja, secara umum PI (perhimpunan indonesia) hanya dapat melakukan
hal hal yang berkaitan dengan teori politik saja.
1.2 Prinsip
prinsip program
Dasar perhimpunan indonesia adalah
penjelasaan atas perinsipnya yang di susun pada tahun 1925. Programnya
berdasarkan prinsip non kooperasi dan swadaya. Itulah mengapa PI berwatak
revolusioner.
Prinsip nonkooperasi dan swadaya,
pendek kata tergantung pada diri sendiri atau autoaktivitas, terdiri atas :
1. Di
bidang politik : meningkatkan perasaan kesatuan dan solidaritas serta rasa
keadilan politik kalangan rakyat. Sekarang ini, perhimpunan indonesia melihat
prinsip prinsip nonkooperasi sebagai cara terbaik untuk membangkitkan rasa
percaya diri dan rasa punya harga diri.
2. Di
bidang ekonomi : sebuah organisasi, dengan kehidupan ekonominya sendiri yang
berdasrkan koperasi, oleh PI dianggap sebagai satu satunya cara mencegah agar
pemilik modal besar jangan memiliki kekuasaan kuat.
3. Di
bidang sosial : memperhatikan kepentingan sosial rakyat seperti pendidikan
nasional (oleh dan untuk bangsa indonesia).
(ingeleson, 1993)
Kegiatan
para mahasiswa yang secara radikal di salurkan ke dalam aktivitas politik itu
lebih jauh tercermin dalam perubahan nama PI dan jurnal nya pada tahun 1924 .
rapat umum yang di adakan bulan januari menegaskan bahwa sejak itu Indische
vereenighing bernama indonesiche vereeniging,
Untuk
menyebarkan semangat PI menerbitkan manjalah hindia poetra, dalam majalah bulan
maret 1923 di sebutkan asas PI adalah “mengusahakan suatu pemerintahan
indonesia yang bertangggung jawab hanya kepada rakyat indonesia semata mata,
bahwa hal yang demkikian itu hanya di capai oleh orang indonesia sendiri bukan
pertolongan dari siapapun juga, bahwa segala jenis perpecahaan tenaga haruslah
dihindari suapaya tujuan jelas tercapai”
pada bulan maret 1924 jurnal nya juga beganti nama menjadi indonesia
merdeka dari hindia poetra (ingeleson, 1993).
Sejak
tahun 1925, selain nama bahasa belanda juga di gunakan dalam bahasa indonesia
yaitu perhimpunaan indonesia. Dalam perkembangan nya hanya nama Perhimpunan
indonesia saja (PI) yang di gunakan (indonesia persons, 2013).
Dalam
mengambil frasa “Indonesia merdeka” sebagai sloganya, IV mengemukakan bahwa ini
merupakaan cita cita yang jauh lebih radikal dari pada “Indie los van
nederland”, slogan dari indische partij yang dulu dan PKI.
Meningkatnya
kegiataan politik terutama sejak kedatangan dua orang mahasiswa indonesia yang
belajar ke belanda, yaitu ahmad subardjo pada tahun 1919 dan moh. Hatta pada
tahun 1921. Kegiataan PI kemudian meningkat menjadi nasional dempokratis, dalam bidang internasional inilah kegiataan
PI bertemu dengan perkumupulan pemuda pemuda yang berasal dari negeri negeri jajahan yang memeiliki cita cita yang
sama persis dengan bangsa indonesia. PI nampaknya juga berusaha agar masalah indonesia mendapat
perhatian dari dunia internasional. Oleh karena itu di jalin hubungan dengan
“Liga Penentang Imperialisme dan penindasan kolnian” , “Liga demokrasi
internasional untuk perdamaian”, “ perkumpulan studi peradaban”, “Komintern” ,
bahkan dengan “all indian national congress.”
Mulai
1923 selanjutnya, mohammad hatta menjadi kekuataan pendorong dalam PI –
perintis dari hampir semua perkembangan dan oranisator utama dari kegiataanya.
Hatta
dan sesamnya pemimpin PI lainya sdar bahwa mahasiswa indonesia di belanda
merupakaan kelompok intelektual elit baru di tanah mereka, maka mereka
mengembangkan presepsi kutat tentang peranan organisasi mereka di negeri
belanda dan di dalam kerangka lebih luas dari gerakaan nasionalis secara
keseluruhan, mereka berusaha menyadarkan para mahasiswa itu agar semakin merasa
diri sebgai orang indonesia dan bukan sebgai orang jawa, sunda atau
minangkabau. Mereka menekankan pentingnya kesatuan indonesia dan benar benar
yakin akan penting akan peranan penting pemuda indonesia dalam mencapai suatu
bangsa yang merdeka dan bersatu.
Ini
adalah salah satu cara yang di pakai para pemimpin PI dalam menjalankan tugas
nya. Cara lain, dan lebih penting adalah mengembangkan suatu ideologi
nasionalis yang baru, yang khas indonesia, bebas dari batasan apakah itu islam
atau komunisme. Ada empat pikiran poko dalam ideologi yang di kembangkan di
dalam PI, yang menjadi dasar arus utama gerakaan nasional yaitu sebagai berikut
1. Hanya
suatu kesatuan indonesia yang mengesampingkan perbedaan perbedaan sempit, yang
dapat menghancurkan kekuataan penjajah, tujuan umum nya membentuk suatu negara
indonesia yang merdeka – menurut pembinaan rasa kebangsaan yang beradarkan aksi
massa yang sadar dan percaya diri.
2. Syarat
mutlak untuk mencapai tujuan ini adalah partisipasi seluruj lapisan rakyat
indonesia dalam suatu perjuangan yang terpadu untuk mencapi kemerdekaan
3. Unsur
yang poko dan dominan dalam setiap problem politik penjajah adalah konflik
kepentingan antara penjajah dan yang di jajah. Kecenderungan pihak penguasa
untuk mengaburkan dan dan menutupi masalah ini harus di lawan dengan
mempertajam dan mempertegas adanya konflik tersebut
4. Melihat
adanya dislokasi dan demoralisasi sebagai akibat dari pengaruh pemerintah
kolonial tehadap kesehataan fisik dan psikis dari kehidupan orang indonesia. Di
perlukan sejumlah besar usaha untuk menormalkan kembali kondisi fisik dan
psikis itu.
Pada
waktu resmi diangkatg menjadi ketua PI tanggal 17 januari 1926 di depan rapat
umum hatta berbicara panjang lebar tentang sisitem perekonomian dunia dan
konflik kekuasaan, menurut pandanganya akar imperialisme terletak pada sifat
orang barat yang materialistis.
Semboyan
penjajahan inggris di india adalah “ hukum dan ketertiban”, namu untuk di
hindia belanda “aman dan sentosa” dan gubernur jendral belanda makin banyak
menggunakaan “wewenang istimewa” untuk menangkap dan mengirimkan sesorang ke
pembuangan tanpap proses pengadilan. Dalam keadaan seperti itu, hatta menyadari
bahwa kampanye ketidak patuhan rakyat gaya gandhi tidak akan tepat guna di
indonesia, bagaimanapun juga ia sangat tertarik, tidak hanya car kongres
nasinal india memberi tekanan kepada sikap nonkooperatif, tetapi juga kepada
car gandi menekankan pentingna pendidikan untuk membentuk suatu gerakaan
politik yang di dukung masa.
Tekanan
yang di berikan kepada organisasi dan pembinaan suatu massa yang sadar politik
itu untuk selanjutnya menajdi tema yang konsisten dari pandangan politik hatta
pada tahun 1920 an dan 1930 an. Dari sini dan dari keyakinannya dalam sikap non
kooprtatif dan penting nya bergantung kepada kekuataan dan kemampuan sendiri,
hatta menekankan perlunya mulai membentuk suatu negara dalam negaram ia merasa
bahwa kaum nasionalis seharusnya terlibat dalam kehidupaan indonesia yang
spektrumnya makin lama makin luas, sampai mereka berhasil, secara de fakto, mengambil
alih hampir semua fungsi de jure dari pemerintah. Begitu keadaan tercapai
tersebut denga gerakaan membangun, misalnya, sekolah, universitas, gedung
pengadilan, koperasi dan parlemen nasional sendiri.
Di
mana mana ia menekankan pentingnya serikat buruh, perhimpunan kaum proletar di
kota kota, ikataan ahli hukum, dokter, insinyur, dan kelompok berdasarkan
keterampilan lainya dan organiasi koperasi, dalam perjuangan untuk merdeka.
C. Kemunduran Perhimpunan Indonesia
Keberatan
pihak Belanda dengan propaganda masalah Indonesia dalam forum Internasional
memang wajar, karena pada masa itu kedudukan bangsa Indonesia masih dalam
status jajahan Belanda. Sehingga apa yang dilakukan pihak mahasiswa Indonesia
diluar negeri jajahan tersebut dianggap suatu hal yang melanggar aturan
pemerintah kolonial Belanda. Seperti, turut berbicaranya pihak mahasiswa
Indonesia di Bierville dekat Paris, dan di Brussel, Belgia yang dengan
terang-terangan membicarakan tentang gerakan anti-imperalisme dan anti-
kolonialisme. Sukses delegasi indonesia didalam kongres “Liga” di dua tempat
tersebut membuat marahnya pihak pemerintah Belanda di Nederland maupun Hindia
Belanda. Padahal pihak mahasiswa Indonesia telah membuat suatu program dalam
gerakan PI untuk berusaha menarik perhatian dunia Internasional. Dengan
demikian, kemarahan di pihak Belanda tersebut sudah termasuk dalam perhitungan.
pada
saat ditanah air sedang memuncak dan ada peningkatan pergerakan nasional, di
negeri Belanda para mahasiswa Indonesiajuga sedang melancarkan propaganda
masalah-masalah Indonesia dalam forum internasional. Akan tetapi dengan adanya
pemberontakan PKI yang dilancarkan oleh orang-orang PKI dan pengikutnya. Maka
gerakan untuk mempropagandakan masalah Indonesia dalam forum internasional
mengalami hambatan. Banyak usaha Belanda untuk menghambat pergerakan PI di
negeri Belanda, maupun diforum Internasional. antara lain melarang para orang
tua mengirim uang atau bekal hidup anaknya yang sedang menuntut ilmu di luar
negeri. Kemudian juga meningkatkan pengawasan secara ketat terhadap para
mahasiswa Indonesia di negeri Belanda, dan banyak menuduh para mahasiswa
Indonesia sebagai penganut “Komunis”
akibat
tidak adanya kiriman uang dari orang tua tersebut banyak para mahasiswa
Indonesia yang mengalami kesulitan. Keadaan hidup para mahasiswa Indonesia
semakin berat. Begitu pula yang dialami oleh Arnold Mononutu di Paris yang pada
waktu itu bertindak sebagai Duta tidak resmi dari PI, selain menuntut ilmu di
Paris. Keadaan Arnold Mononutu sangat menyedihkan, sehingga terpaksa kembali ke
Nederland dan tidak lagi meneruskan studinya. Di Nederland juga sama. Banyak
kawan mahasiswa yang terlantar dan terpaksa hidup dalam rumah penginapan yang
sangat sempit dihuni oleh beberapa orang mahasiswa.
Mahasiswa
yang sudah berkeluarga seperti Ali Sastroamidjojo beserta istri dan anaknya
menempati rumah yang tersendiri, yaitu bekas Dr. Asikin Widjajakusuma di
Wasstraat no.1, Leiden, karena Dr. Asikin telah kembali ke tanah air setelah
menyelesaikan studinya. Akan tetapi, rumah di Wasstraat No.1 ini pun akhirnya
juga terpaksa ditempati beramai-ramai, mengingat banyaknya para mahasiswa yang
semakin kesulitan tempat tinggal. Dengan demikian, kehidupan mahasiswa
mengalami kehidupan yang kolektif, yang berarti makan bersama ala kadarnya. Untuk
masak dilaksanakan secara bergilir, dan apabila ada yang terpaksa dapat
dibebaskan untuk tidak membayar, tetapi untuk makan tetap dibantu oleh
teman-temannya yang lain.
Seluruh
kegiatan dan aktifitas dikerjakan secara gontong royong, berhubung rumah di Wasstraat
No.1 itu terdiri dari dua tingkat, tang pada waktu Dr. Asikin masih tinggal
dirumah tersebut menempati tingkat atas. Sedangkan ditingkat bawah ditempati
oleh Dr. Mansyur. Setelah keduanya kembali ke tanah air, maka banyak mahasiswa
yang ikut bertempat tinggal dirumah tersebut. Mahasiswa yang ikut tinggal
antara lain: Moh. Jusuf, Abdul Gafar Pringgodigdo, Abdul Karim Pringgodigdo,
Soelaiman, dan Ali Sastroamidjojo, istri dan anaknya.
Keadaan
rumah di Wasstraat No.1 Leiden selanjutnya seolah-olah merupakan penampungan
mahasiswa- mahasiswa dari Indonesia. Setiap mahasiswa yang mendapat tekanan
hidup karena tidak mendapat kiriman uang lagi dari tanah air, berhubung orang
tuanya kebanyakan bekerja sebagai pegawai negeri di Hindia Belanda, maka datang
kerumah tersebut untuk menumpang tidur dan makan seadanya untuk beberapa waktu
lamanya. Tampak kehidupan mereka rukun, damai dan banyak masalah yang sering
dipecahkan dalam suasana hidup demikian itu. Diskusi atau pembahasan masalah
tentang perjuangan semakin mantap dan menambah dewasanya cara berpikir mereka.
Namun,
tiba-tiba kehidupan yang tampak tenang, rukun, dan damai itu, pada tanggal 10
juli 1927 pikul 10.00 pagi rumah Wasstraat No,1 tersebut digerebek oleh polisi
Belanda. Penggerebekan dan penggeledahan dilakukan dengan sangat kasar dan
tidak membunyikan bel sama sebelumnya. Pintu bagian depan didobrak sampai
rusak, terus masuk dengan membawa senjata pistol dan senjata panjang dengan
sangkur terhunus, tampak sangat seram. Keadaan penggerebekan dan penggeledahan
dimuat dalam buku Ali Sastroamidjojo.
Ternyata
pengerebekan serupa dijalankan juga di tempat tinggal beberapa mahasiswa di
negeri Belanda antara lain kediaman Moh. Hatta, yaitu Adelheidstraat, Den Haag.
Kemudian tempat tinggal Nazir Pamuntjak, Abdul Madjid Djojoadiningrat dan
beberapa mahasiswa yang lain. Pada saat pengerebekan dan penggeledahan tersebut
Moh. Hatta sedang tidak berada di negeri Belanda. Melainkan berada di Gland,
Swiss, sedang menghadiri undangan untuk memberikan ceramah dalam Kongres Liga
Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kemerdekaan. Moh. Hatta mendapat
undangan dalam kongres ini karena pada masa itu Moh.Hatta termaksuk sebagai
anggota Presidium Liga Menentang
Imperialisme dan Kolonialisme untuk Kemerdekaan Nasional Rakyat Tertindas.
Dengan demikian, sesuai dengan program PI untuk lebih banyak mengadakan
ceramah-ceramah, berpergian ke negara-negara lain untuk studi dan lain
sebagainya. Disamping itu untuk menarik perhatian internasional pada masalah
Indonesia. Jadi, gerakan PI di Eropa cukup luas dan para mahasiswa Indonesia
mempunyai keberanian yang tinggi, tidak kalah dengan mahasiswa dinegara lain.
Berita tentang penggerebakan dan penggeledahan tersebut baru diketahui oleh
Moh. Hatta pada tanggal 11 juli 1927 dengan membaca surat kabar dari Jerman.
Adapun dalam surat kabar tersebut diberitakan, bahwa polisi Belanda pada
tanggal 10 juli 1927 pukul 10.00 pagi telah melakukan penggerebekan dan
penggeledahan tempat tinggal beberapa anggota Perhimpunan Indonesia. Beberapa
anggota telah ditangkap sedang ketuanya melarikan diri.
Ternya,
tidak lama kemudian pada tanggal 23 september 1927, empat orang anggota PI
ditangkap dan dimasukan kerumah tahanan (buis
van bewaring) di Den Haag.empat orang tersebut ialah Moh.Hatta, Nazir Pamuntjak,
Abdul Madjid Djojoadiningrat, dan Ali Sastromidjojo. Setelah ditangkap
masing-masing ditutup dalam sel kecil berukuran kurang lebih 2x3 m. Moh. Hatta ditempatkan
pada sel no 1, Nazir Pamuntjak sel no 7, Ali Sastromidjojo sel no 14, dan Abdul
Majid sel no 55. Dengan demikian antara mahasiswa tersebut tidak dapat saling
berhubungan satu sama lain. Namun keadaan rumah tahanan di negeri Belanda
termasuk memenuhi syarat kesehatan. Ada empat pengudaraan yang berbentuk
ruangan melingkar, dikelilingi tembok tinggi, dan diatasnya tidak tertutup.
Ruangan ini dibagi-bagi menjadi beberapa sektor berukuran 6x12 m. Tiap-tiap
tahanan menggunakan satu sektor untuk pengudaraan. Disamping itu juga para
tahanan diberi kesempatan untuk meminjam buku-buku perpustakaan karena dirumah
tahanan tersebut juga terdapat sebuah perpustakaan yang lengkap.
Setelah
hampir enam bulan lamanya, para mahasiswa meringkuk dalam tahanan sementara,
perkara mereka berempat baru disidangkan. Pada tanggal 8 maret 1928 sidang
dibuka dipengadilan negeri Den Haag. Ketua sidang ialah Mr.Cost Budee yang
bertindak sebagai penuntut umum, yaitu Mr.Rijkens. kemudian pembela-pembela
yang mendampingi adalah Mr.Duys, Mr.Mobach dan nona Mr. L. Weber mereka
berempat sebagai tertuduh duduk berjejer menghadap hakim.
Pertanyaan-pertanyaan
dimulai oleh hakim ketua, yang sifatnya pertanyaan-pertanyaan dalam berita
acara pemeriksaan. Hakim ketua dapat menarik kesimpulan bahwa dari berita acara
para tertuduh mengakui bertanggung jawab atas tulisan-tulisan dalam majalah
Indonesia merdeka akan tetapi, mereka menyangkal bahwa tulisan-tulisan tersebut
merupakan hasutan untuk menghasut rakyat untuk bertindak dengan kekerasan
dengan pemerintah. Pernyataan yang demikian diakui oleh para tertuduh dengan
serentak. Dengan diakui pernyataan tersebut, selanjutnya nona Mr. Weber dan Mr.
Mobach dan Mr. Duys menguraikan pembelaannya setelah selesai menguraikan
pembelaannya. Diteruskan oleh Moh.Hatta dan selanjutnya Abdul Madjid, Ali
Sastroamidjojo, dan yang terakhir Nazir Pamuntjak. Hingga akhir pesidangan
Keputusan hakim memutuskan bahwa tertuduh dibebaskan sementara atas perkaranya.
Sedangkan keputusan secara resmi dan tertulis baru akan di berikan dalam waktu
dua minggu.
Tiba saatnya
dua minggu yang telah dinantikan yaitu pada tanggal 22 maret 1928. Dengan
khitmat hakim ketua membaca diktumnya. Keputusan yang telah diambil ialah,
bahwa para tertuduh dibebaskan dari segala tuduhan. Karena memang mereka tidak
bersalah seperti apa yang dituduhkan itu.
Di masa krisis dunia tahun 1930, Perhimpunan Indonesia mengalami kemunduran
dan makin lama makin tidak terdengar lagi. Hal ini disebabkan terutama oleh
banyaknya tokoh Perhimpunan Indonesia yang kembali ke Indonesia. Sejak tahun
1930 juga, majalah Indonesia merdeka dilarang masuk ke Indonesia.
Daftar
Pustaka
Poesponegoro,
Marwati djoned. 2008.Sejarah Nasional
Indonesia V.Jakarta:Balai Pustaka.
Ingleson,
John. 1993. Perhimpunan Indonesia dan
Pergerakan Kebangsaan. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar